Jumat, 08 Agustus 2008

Titip ibuku, Ya Allah

Sebuah renungan tentang ibu kita, cukup untuk membuat kita berlinang air mata….
(ini kisahku, dan ini nyata adanya)

“Nak, bangun. udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja.” Tradisi ini sudah berlangsung 19 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini usiaku sudah 25 tahun dan aku jadi seorang buruh di sebuah Perguruan Tinggi di luar kota terpisah dari keluarga, tapi sampai sekarang kebiasaan Ibu tak pernah berubah.
Sekitar pertengahan bulan Juli 2008, aku dan kakakku pulang ke kampoeng halaman karena Bude aku meninggal. Dan dalam kedaan capek serta lelah, aku dan kakak sampai dirumah sekitar jam 09.00 pagi. Dan ibu masih tetap seperti yang dulu, walau rambut memutih dan kerutan kulit sudah banyak nampak di wajahnya, tapi dengan tetap tersenyum, dia membuatkan kopi dan menyiapkan sarapan. Dan aku berkata :

“Ibu, ga usah repot-repot Bu, aku udah dewasa” pintaku pada Ibu pada pagi itu. Wajah tua itu langsung berubah. Begitu juga saat aku mengambil air dari sumur buat aku, kakakku dan adikku mandi. Setelah acara pemakaman selesai, aku mengajak ibu ke took swalayan dan aku membelikannya baju dan selendang. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Tapi….raut sedih itu tak bisa disembunyikan dari wajah ibuku. Aku jadi sering bertanya- tanya “Kenapa Ibu mudah sekali sedih ?” Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang kubaca, orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak … tapi entahlah.. Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih.
Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa dan hari itu, kuberanikan diri untuk bertanya,

“Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu.
Apa yang bikin Ibu sedih ? “

Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana.
Terbata-bata Ibu berkata,”Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri “
Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya.
Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.
Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera putrinya ?
Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, ” Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu.
Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi, dan itu adalah kebahagiaan buat ibu
Kalian berprestasi di sekolah, itu adalah kebanggaan buat Ibu.
Kalian berprestasi di pekerjaan, itu adalah kebanggaan buat Ibu.
Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan ibu nak………”
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, “Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu. “
Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang tidak akan bisa dilimpahkan kepada siapapun.
Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan aku dan kakakku untuk tahajud, mendo’akan Bude.
Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku, kakak dan adikku tertidur lagi. Ah, maafkan kami Ibu . 18 jam sehari sebagai “pekerja” seakan tak pernah membuat Ibu lelah.. Sanggupkah aku ya Allah ?
“Nak. bangun nak, udah azan subuh .. sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. “
Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan,
” Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu.”.
Tanpa sadar semua itu aku lakukan, dan itu adalah yang pertama kali aku lakukan dan yang aku katakana kepada Ibuku……
Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu,Ibu. ..
Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat ibu..

Note :
Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat”aku sayang padamu. “, namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah.
Mari kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita . Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada.
Tapi percayalah.. . kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.

Wallaahua’lam

“Ya Allah, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan Ibu., dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil. Titip Ibuku ya Allah”

{dari berbagai sumber}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyempurnakan cinta

Dengan semua penderitaannya, adakah sesuatu yang lebih menyedihkan dari cinta? Dengan semua sukacitanya, adakah sesuatu yang lebih sempu...