Kamis, 07 Agustus 2008

SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA

Anakku........
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras
menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi
matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu,
seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat
memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan
psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku
jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi
kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat
didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata
kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku
demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin
melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun
berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian
tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap
bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak
diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui
telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu
ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat
anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering
melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu
semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih
kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu.
Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan
rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu
enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu,
mana upah Ibu selama ini ?
Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh
untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus
duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat
yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang
lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun
akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati
melakukannya,
Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya
diriku…
Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari
jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada
keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah,
kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air
mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau
ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, "Barangsiapa beramal shalih maka
itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga)
menjadi tanggungannya sendiri".
Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang
sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah
persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau kuberi susu. Ingatlah
belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah anakku…. Ingatlah….
Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : "Wahai, Rabbku, sayangilah
mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil".
Anakku…….
Ilmu yang kamu miliki tidaklah cukup; kamu harus mengamalkannya.
Niat tidaklah cukup, anakku…. kamu harus melaksanakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyempurnakan cinta

Dengan semua penderitaannya, adakah sesuatu yang lebih menyedihkan dari cinta? Dengan semua sukacitanya, adakah sesuatu yang lebih sempu...